Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan fisik, intelektual, emosi, dan sosial. Anak-anak ini dalam perkembangannya mengalami hambatan, sehingga ia membutuhkan suatu penanganan yang khusus.
Pada anak yang mengalami keterbatasan fisik, diantaranya yaitu dalam penglihatan (low vision), pendengaran, atau cacat fisik (orthopedic impairments dan health impairments), dan masalah kesehatan lainnya (epilepsy, juvenile diabetes mellitus, hemophilia, cystic fibrosis, sickle cell anemia, jantung, cancer). Sedangkan keterbatasan intelektual, emosi, dan sosial biasanya dialami pada anak autisme, retardasi mental/slow learner, down syndrome, gangguan belajar/learning disabilities (disleksia, diskalkulia, disgrafia, inattensi), attention deficit disorder (ADD), attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), pervassive development disorder (PDD), dan gangguan komunikasi.
Dalam memberikan intervensi/pendampingan terhadap anak berkebutuhan khusus, diperlukan beberapa tahapan, yaitu deteksi dini di rumah dan di sekolah, asesmen dari dokter dan psikolog, intervensi medis dari dokter, intervensi psikologis dari psikolog, terapi okupasi dari okupasi terapis, terapi wicara dari terapis wicara, pendampingan belajar dari guru, serta pendampingan orangtua. Dari beberapa intervensi tersebut, pendampingan orangtua adalah yang paling dibutuhkan sebagai terapi berkelanjutan setelah intervensi yang lain dilakukan, karena setiap hari anak lebih banyak berinteraksi dengan orangtua di rumah dan anak cenderung lebih dekat secara emosional dengan orangtuanya. Apabila beberapa intervensi tersebut telah dilakukan, namun pendampingan orangtua kurang optimal, maka perkembangan anak dapat terhambat atau justru mengalami penurunan.
Beberapa tahapan pendampingan orangtua yang dapat dilakukan yaitu :
- Sering berkomunikasi dengan pihak-pihak yang turut mendampingi anak (dokter, psikolog, terapis, dan guru) agar mampu memantau perkembangan anak dan memberikan pendampingan yang tepat sesuai dengan kemajuan perkembangan yang telah dicapainya.
- Mampu mengelola emosi diri sendiri, terutama saat menghadapi anak
- Membangun kedekatan yang hangat dengan anak
- Menjalin hubungan atas dasar kepercayaan dengan anak
- Memahami karakter dan permasalahan anak
- Menerima anak apa adanya
- Merawat anak dan melatih kemandiriannya dengan penuh kasih sayang dan sesuai kebutuhan anak
- Menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman untuk melakukan aktivitas bersama anak
- Mendampingi anak dalam melakukan hobby dan kegiatan yang menyenangkan
- Membantu anak merasa kuat dan membangun kepercayaan diri pada anak bahwa ia mempunyai beberapa potensi dan mampu mengatasi hambatannya
- Memberikan apresiasi, berupa pemberian hadiah, pelukan, dan pujian atas usaha anak dalam mewujudkan perilaku-perilaku positif
Pada anak-anak dengan kondisi fisik, intelektual, emosi, dan sosial yang baik, akan cenderung dapat mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya dengan lebih mudah dibandingkan anak-anak berkebutuhan khusus, sehingga semua pihak yang mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus ini, terutama orangtua diharapkan agar lebih banyak memberikan penerimaan yang hangat, ketulusan, dan empati, sehingga mereka mampu mengalami perkembangan fisik, intelektual, emosi, dan sosial yang optimal. Apabila hal ini terwujud, maka anak-anak berkebutuhan khusus akan mampu mengatasi hambatan-hambatannya, merasa berharga untuk orang lain, memiliki ketrampilan sosial yang baik, mampu berkomunikasi dengan baik, memiliki kepercayaan diri, serta memiliki pandangan positif dan harapan terhadap masa depan.
Penulis :
Rizki Dandihatina Hajar, M. Psi., Psikolog
Psikolog Klinis RSUD Taman Husada Bontang